Standart untuk
Berfikir Kritis
1.Kejelasan (clarity)
Supaya
bisa bersikap kritis terhadap pandangan atau pendapat orang lain, kita harus
mendengar atau membaca pendapat orang itu. Ini yang seringkali bermasalah.
Tidak jarang kita menemukan betapa pendapat orang tersebut sulit dimengerti.
Sebabnya bisa macam-macam. Ada orang yang sulit mengemukakan pendapatnya karena
tidak terampil dalam berkomunikasi. Ada orang yang memang bodoh, tetapi yang
lainnya lebih karena kemalasan atau ketidakpeduliaan. Dengan kata lain,
kejelasan (clarity) dalam mengemukakan gagasan atau pendapat menjadi salah satu
standar berpikir kritis.
2.Presisi (precision)
Ketepatan
(presisi) dalam mengemukakan pikiran atau gagasan sangat ditentukan oleh
bagaimana seseorang membiasakan dan melatih dirinya dalam mengobservasi sesuatu
dan menarik kesimpulan-kesimpulan logis atas apa yang diamatinya tersebut.
Kemampuan presisi juga berhubungan dengan apa yang diistilah dengan close
attention. “Really valuable ideas can only be had at the price of close
attention,” demikian Charles S. Pierce.
Dalam
kehidupan sehari-hari ada banyak bidang yang membutuhkan presisi. Misalnya
dalam bidang kedokteran, teknik, arsitektur, dan sebagainya. Dalam pemikiran
kritis pun dibutuhkan ketepatan. Kemampuan mengamati dan menentukan apa yang
sebenarnya sedang terjadi atau sedang dihadapi membutuhkan kemampuan presisi
ini. Misalnya, Anda seorang dokter menghadapi pasien dengan gejala-gejala
tertentu. Anda harus dengan tepat mengatakan jenis penyakit apa yang diderita
pasien tersebut plus alasan-alasannya
3.Akurasi (Accuracy)
Keakuratan
putusan kita sangat ditentukan oleh informasi yang masuk ke dalam pikiran kita.
Jika kita menginput informasi yang salah atau menyesatkan, maka jangan heran
kita menghasilkan suatu putusan atau kesimpulan yang salah pula. Misalnya,
seorang pemimpin perusahaan memutuskan memecat karyawannya karena mendengar
informasi yang salah dari karyawan lain bahwa karyawan yang dipecat itu
melanggar kode etik perusahaan. Seharusnya sang pimpinan memanggil dan menggali
sendiri informasi dari karyawan tersebut dan informasi-informasi lainnya yang
terkait. Meskipun Anda seorang yang sangat pintar, Anda tetap bisa mengambil
putusan yang keliru jika informasi yang Anda dapatkan keliru.
Orang
yang selalu berpikir kritis tidak akan gegabah dalam mengambil putusan jika
informasi-informasi yang dibutuhkan belum mencukupi. Mereka yang terbiasa
berpikir kritis tidak hanya menjunjung tinggi dan memberikan penilaian pada
suatu kebenaran. Mereka juga memiliki passion yang mendalam tentang keakuratan
dan informasi-informasi yang tepat. Socrates mengatakan bahwa hidup yang tidak
direfleksikan tidak pantas untuk dihidupi tampaknya tepat untuk menggambarkan
kemampuan berpikir kritis yang satu ini.
4.Relevansi (Relevance)
Yang dimaksud di sini adalah bagaimana kita
memusatkan perhatian pada informasi-informasi yang dibutuhkan bagi kesimpulan
berpikir kita, dan tidak membiarkan pikiran dikuasai, dikendalikan, atau
dialihkan oleh informasi-informasi lain yang tidak relevan. Misalnya, dalam
sebuah debat politik mengenai boleh tidaknya menggusur sebuah gedung bersejarah
untuk membangun supermarket. Seorang politisi, misalnya, mengalihkan
pembicaraan dari substansi permasalahan dengan mengatakan bahwa gedung tua itu
temboknya sudah lapuk, catnya sudah mengelupas, dan tidak enak dipandang mata.
Gedung tua itu merusak pemandangan kota. Cara berargumentasi seperti ini, jika
diikuti hanya akan mengalihkan perhatian dari hal-hal yang substansial ke
hal-hal yang sifatnya sekunder dan periferal.
5.Konsistensi (Consistency)
Mencari
dan mempertahankan kebenaran menuntut adanya konsistensi sikap, baik dalam
upaya terus menerus mencari kebenaran maupun membangun argument-argumen
mengenai pengetahuan. Kebenaran tidak pernah dicapai sekali untuk selamanya,
dia harus terus dikejar dan diusahakan. Tanpa sikap konsisten dalam mencari
kebenaran mustahil memperoleh kebenaran. Demikian pula sikap konsisten dalam
membangun argumentasi yang adalah ekspresi pengetahuan subjek mengenai sesuatu.
Argumen yang jelas dan terpilah-pilah harus tetap dipertahankan, dan ini
langsung memperlihatkan konsistensi dari si subjek yang berpikir kritis.
Ada dua ketidakkonsistenan yang harus
dihindari. Pertama, inkonsistensi logis, dalam arti percaya atau menerima sebagai
benar suatu materi tertentu yang tidak benar sebagian atau seluruhnya. Kedua,
inkonsistensi praktis, yakni diskrepansi antara perkataan dan perbuatan. Orang
yang konsisten harus memiliki sikap yang mencerminkan apa yang dikatakannya.
Hal ini akan nyata benar dalam pemikiran dan sikap moral.
Seorang politikus yang gagal melaksanakan apa
yang sudah dijanjikannya atau membual di televisi, seorang penceramah agama
terkenal yang ketahuan memiliki istri simpanan, seorang artis yang
mengkampanyekan penolakan terhadap narkotika tetapi terlibat sebagai pengguna,
semuanya adalah kaum farisi dan munafik, Mereka gagal menjadi orang-orang
kritis bagi dirinya sendiri, tetapi juga memiliki karakter yang buruk secara
moral.
6.Kebenaran Logis (Logical
Correctness)
Coba pelajari kutipan berikut:
“Kadang-kadang saya terkejut mendengar hujatan
dari mereka yang mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang kudus—misalnya
para biarawati yang tidak pernah telanjang ketika mandi. Ketika ditanya mengapa
mereka melakukan hal demikian, padahal tidak seorang pun mengintip ketika
mereka mandi, mereka menjawab, “O, Anda lupa akan Tuhan yang Maha Baik.” Jelas
mereka memahami Tuhan sebagai orang yang suka mengintip (Peeping Tom), di mana
kemahakuasaan-Nya memampukan Dia untuk mengetahui segala sesuatu, termasuk
mengintip melalui dinding kamar mandi. Cara pandang seperti ini sangat
menggangu saya.” (Bertrand Russell, Unpopular Essay (New York: Simon &
Schuster, 1950),
7. Keutuhan (Completeness)
Ini lebih berhubungan dengan rasa tidak puas
pikiran kita ketika mencerna atau memahami suatu pemikiran. Misalnya, kita
membaca laporan investigasi koran atau majalah tertentu mengenai kejahatan kra
putih (white Collar Crime). Mungkin karena keterbatasan ruang atau data-data,
kita sebagai pembaca merasa tidak puas dengan apa yang disajikan. Reaksi pikirn
kita ini wajar adanya, karena kita sadar betul, bahwa sesuatu akan menjadi
lebih baik jika mendalam dan sebaliknya. Pikiran kita akan mengapresiasi
pemikiran-pemikiran yang mendalam lebhh dari sekadar basa-basi atau
dibuat-buat.
8. Fairness
Berpikir kritis menuntut kita agar memiliki
pemikiran yang fair, dalam arti open minded, impartial, serta bebas distorsi
dan praduga. Memang agak sulit menghindari hal-hal demikian dalam pemikiran
kita, tetapi kita harus menghindarinya kalau mau bersikap kritis. Kita memang
hidup dalam kebudayaan masyarakat yang menyenangi hal-hal bersifat gossip,
dugaan, prasangka, stereotype, dan sebagainya yang ternyata sangat menyenangkan
dan menghibur. Tetapi kalau kita mau berpikir dan bersikap kritis, maka hal-hal
seperti ini harus dihindari. Jika tidak, pemikiran atau argumentasi yang kita
bangun tidak akan objektif dan fair.
E Standart
Intelektual
Standart
dalam pendidikan intelektual menentukan suatu hasil pemikiran dapat di terima
atau tidak. Semakin tinggi standart intelektual maka pola fikir dan kemampuan
dalam penelitian yang ilmiah juga akan semakin baik. Dengan begitu teori yang
muncul akan lebih mendekati kebenaran.
E Standart
Profesional
Seorang
pemikir haruslah profesional dan objektif dalam membuat suatu teori. Sikap
obyektif haruslah di miliki oleh pemikir kritis karena dengan begitu teori akan
lebih global dan dapat di terima oleh masyarakat luas.
KONSEP PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Saat
perawat bertemu clien, perawat akan selalu menggunakan pemikiran. Misalnya,
menggunakan pemikiran untuk mengumpulkan data dan membuat kesimpulan. Setelah
membu at kesimpulan perawat akan menerapkan prblemsolving dengan melakukan
sesuatu pemecahan masalah guna memenuhi kebutuhan dasar klein. Penerapan
berpikik kritis dalam proses keperawatan diintregrasikan dalam tahap-tahap
proses keperawatan dan digunakan untuk pengkajian rumusan diaknusis
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
E Berfikir
Kritis dalam Tahap Pengkajian
Berpikir kritis pada tahap
pengkajian adalah proses pemahaman tentang informasi apa yang dikumpulkan,
metode pengumpulan data yang akan dilakukan, berpikir tentang kesesuaian
informasi, dan membuat suatu kesimpulan tentang respons klien terhadap kondisi
sakitnya.Perumusan masalah keperawatan merupakan kesimpulan dari hasil
pengkajian dan mengandung dua kategori mendasar, yaitu kekuatan dan perhatian
terhadap masalah kesehatan klien. Perhatian terhadap masalah meliputi kemampuan
perawat untuk mengatasi masalah secara mandiri, an perlunya keterlibatan
profesi lain dan bekerja sama secara interdisiplin, serta perlu/tidaknya
perawatan klien yang harus dirujuk ke tenaga kesehatan lain. Dengan demikian,
berpikir kritis pada tahap pengkajian meliputi kegiatan mengumpulkan data dan
validasi.Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
·
Pengkajian
Keperawatan
Tahap
pengkajian keperawatan merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat,
sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon
individu.
Data Dasar
adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien,kemampuan
klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi
dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data Fokus
adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan
dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan
terhadap klien.
Fokus Pengkajian Keperawatan
Pengkajian
keperawatan tidak sama dengan pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan
pada keadaan patologis, sedangkan pengkajian keperawatan ditujukan pada respon
klien terhadap masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Misalnya dapatkah klien melakukan aktivitas
sehari-hari, sehingga fokus pengkajian klien adalah respon klien yang nyata
maupun potensial terhadap masalah-masalah aktifitas harian.
Pulta (Pengumpulan Data)
Pengumpulan
data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan
keperawatan dan kesehatan klien.
Pengumpulan
informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang
terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien.
Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis
keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan
data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment), selama
klien dirawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian ulang
untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).
Tujuan Pengumpulan Data
1. Memperoleh informasi tentang keadaan
kesehatan klien.
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan
kesehatan klien.
3. Untuk menilai keadaan kesehatan klien.
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam
menentukan langah-langkah berikutnya.
1.
Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan
oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status
kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan,
frustrasi, mual, perasaan malu.
2.
Data Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.
Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat
kesadaran.
Karakteristik Data
1.
Lengkap
Data
yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang
adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji
lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai
berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja?
Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis?
Bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan.
2.
Akurat dan nyata
Untuk
menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat dan nyata
untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat, diamati dan diukur
melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang mungkin
meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap
data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat
yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “klien selalu diam dan sering
menutup mukanya dengan kedua tangannya. Perawat berusaha mengajak klien
berkomunikasi, tetapi klien selalu diam dan tidak menjawab pertanyaan perawat.
Selama sehari klien tidak mau makan makanan yang diberikan”, jika keadaan klien
tersebut ditulis oleh perawat bahwa klien depresi berat, maka hal itu merupakan
perkiraan dari perilaku klien dan bukan data yang aktual. Diperlukan
penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan kondisi klien. Dokumentasikan apa
adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian.
3.
Relevan
Pencatatan
data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang harus
dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi. Kondisi seperti ini
bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tapi singkat dan jelas.
Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah klien, yang merupakan
data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan situasi khusus.
Sumber
Data
1.
Sumber data primer
Klien
adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali informasi yang
sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien.
2.
Sumber data sekunder
Orang
terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orang tua, suami atau istri, anak,
teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan dalam berkomunikasi
atau kesadaran yang menurun, misalnya klien bayi atau anak-anak, atau klien
dalam kondisi tidak sadar.
3.
Sumber data lainnya
1.
Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya.
Catatan
kesehatan terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung rencana tindakan perawatan.
2.
Riwayat penyakit
Pemeriksaan
fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari
terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang difokuskan pada
identifikasi patologis dan untuk menentukan rencana tindakan medis.
3.
Konsultasi
Kadang
terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan spesialis, khususnya
dalam menentukan diagnosa medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan
medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosa.
4.
Hasil pemeriksaan diagnostik
Seperti
hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan perawat
sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan masalah kesehatan klien.
Hasil pemeriksaan diagnostik dapat digunakan membantu mengevaluasi keberhasilan
dari tindakan keperawatan.
5.
Perawat lain
Jika
klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat harus
meminta informasi kepada perawat yang telah merawat klien sebelumnya. Hal ini
untuk kelanjutan tindakan keperawatan yang telah diberikan.
6.
Kepustakaan.
Untuk
mendapatkan data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat membaca literatur
yang berhubungan dengan masalah klien. Memperoleh literatur sangat membantu
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat.
Metoda
Pengumpulan Data
1.
Wawancara
2.
Observasi
3.
Pemeriksaan fi
4.
Studi Dokumentasi
·
Metodelogi pemeriksaan fisik; head to toe, system,
Kebutuhan dasar manusia.
·
KULIT:
Tujuan:
-
Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit
-
Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka
Tindakan:
I =
Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna
kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit.
P = Palpasi: di raba dan tentukan turgor
kulit elastic atau tidak, tekstur : kasar /halus, suhu : akral dingin atau
hangat.
·
RAMBUT:
Tujuan:
-
Untuk menbetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut
-
Untuk mengetahui mudah rontok dan kotor
Tindakan:
I
= disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang
P
= mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus
·
KUKU:
Tujuan:
- Untuk mengetahui keadaan kuku: warna
dan panjang
- Untuk mengetahui kapiler refill
Tindakan:
I
= catat mengenai warna : biru: sianosis,
merah: peningkatan visibilitas Hb, bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker
paru, beau’s lines pada penyakit difisisensi fe/anemia fe
P
= catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien
hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
PEMERIKSAAN
KEPALA:
Tujuan:
- Untuk mengetahui bentuk dan fungsi
kepala
- Untuk mengetahui luka dan kelainan
pada kepala
Tindakan:
I
= Lihat kesimetrisan wajah jika, muka
ka.ki berbeda atau misal lebih condong ke kanan atau ke kiri itu menunjukan ada
parese/kelumpuhan, contoh: pada pasien SH.
P
= Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan kepala
sesuai kebutuhan
·
MATA:
Tujuan:
- Untuk mengetahui bentuk dan fungsi
mata (medan pengelihatan, visus dan otot-otot mata)
- Untuk mengetahui adanya kelainan atau
peradangan pada mata
Tindakan:
I
= Kelopak mata ada radang atau tidak,
simetris ka.ki atau tidak, reflek kedip baik/tidak, konjungtiva dan sclera:
merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin/gangguan pada hepar,
pupil: isokor ka,ki (normal), miosis/mengecil, pin point/sangat kecil (suspek
SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada
pasien sudah meninggal)
Inspeksi gerakan mata:
- Anjurkkan pasien untuk melihat lurus ke
depan
- Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata
ritmis(cepat/lambat)
- Amati apakah kedua mata memandang ke
depan atau ada yang deviasi
- Beritahu pasien untuk memandan dan
mengikuti jari anda, dan jaga posisi kepala pasien tetap lalu gerakkan jari ke
8 arah untuk mengetahui fungsi otot-otot mata.
Inspeksi
medan pengelihatan:
- Berdirilah didepan pasien
- Kaji kedua mata secara terpisah yaitu
dengan menutup mata yang tidak di periksa
- Beritahu pasien untuk melihat lurus ke
depan dan memfokuskan pada satu titik pandang, misal: pasien disuruh memandang
hidung pemeriksa.
- Kemudian ambil benda/ballpoint dan
dekatkan kedepan hidung pemeriksa kemudian tarik atau jauhkan kesamping ka.ki
pasien, suruh pasien mengatakan kapan dan dititik mana benda mulai tidak
terlihat (ingat pasien tidak boleh melirik untuk hasil akurat).
Pemeriksaan
visus mata:
- Siapkkan kartu snllen (dewasa huruf
dan anak gambar)
- Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak
antara kursi dan kartu, misal 5 meter (sesuai kebijakkan masing ada yang 6 dan
7 meter).
- Atur penerangan yang memadai, agar
dapat melihat dengan jelas.
- Tutup mata yang tidak diperiksa dan
bergantian kanan kiri
- Memulai memeriksa dengan menyuruh
pasien membaca dari huruf yang terbesar sampai yang terkecil yang dapat dibaca
dengan jelas oleh pasien.
- Catat hasil pemeriksaan dan tentukan
hasil pemeriksaan.
- Misal: hasil visus:
OD
(Optik Dekstra/ka): 5/5
Berarti
: pada jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang seharusnya dapat
dilihat/dibaca pada jarak 5 m
OS
(Optik Sinistra/ki) : 5/2
Berarti : pada jarak 5 m, mata masih dapat
melihat/membaca yang seharusnya di baca pada jarak 2 m.
P
= Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler) jika ada
peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji
adanya nyeri tekan.
§ HIDUNG:
Tujuan:
- Untuk mengetahui bentuk dan fungsi
hidung
- Untuk mendetahui adanya
inflamasi/sinusitis
Tindakan:
I
= Apakah hidung simetris, apakah ada
inflamasi, apakah ada secret
P
= Apakah ada nyeri tekan, massa
§ TELINGA
Tujuan:
- Untuk mengetahui keadaan telinga luar,
saluran telinga, gendang telinga
- Untuk mengetahui fungsi pendengaran
Tindakan:
Telinga
luar:
I = Daun telinga simetris atau tidak,
warna, ukuran, bentuk, kebresihan, adanya lesy.
P
= Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan kartilago.
Telinga
dalam:
Note
: Dewasa : Daun telinga ditarik ke atas agar mudah di lihat
Anak :
Daun telinga ditarik kebawah
I
= Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan memberan timpani (warna, bentuk)
adanya serumen, peradangan dan benda asing, dan darah.
Pemeriksaan
pendengaran:
1) Pemeriksaan dengan bisikan
- Mengatur pasien berdiri membelakangi
pemeriksa pada jarak 4-6 m
- Mengistruksikan pada klien untuk
menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.
- Membisikan suatu bilangan misal “6
atau 5”
- Menyuruh pasien mengulangi apa yang
didengar
- Melakukan pemeriksaan telinga yang
satu
- Bandingkan kemempuan mendengar telinga
ka.ki
2) Pemeriksaan dengan arloji
- Mengatur susasana tenang.
- Pegang sebuah arloji disamping telinga
klien.
- Menyuruh klien menyatakan apakah
mendengar suara detak arloji.
- Memimndahkan arloji secara
berlahan-lahan menjauhi. telinga dan suruh pasien menyatakan tak mendengar
lagi.
- Normalnya pada jarak 30 cm masih dapat
didengar.
3) Pemeriksaan dengan garpu tala:
a. Tes Rinne
- Pegang garpu tala (GT) pada tangkainya
dan pukulkan ketelapak tangan
- Letakkan GT pada prosesus mastoideus
klien
- Menganjurkan klien mangatakan pada
pemeriksa sewaktu tidak merasakan getaran
- Kemudian angkat GT dengan cepat dan
tempatkan didepan lubang telinga luar jarak 1-2 cm, dengan posisi parallel
dengan daun telinga.
- Mengistrusikan pada klien apakah masih
mendengara atau tidak.
- Mencatat hasil pemeriksaan
b. Tes Weber
- Pegang GT pada tangkainya dan pukulkan
pada telapak tangan atau jari
- Letakkan tangkai GT di tengah puncak
kepala/os. Frontalis atas.
- Tanayakan pada klien apakah bunyi
terdengar saama jelas antara telinga ka.ki atau hanya jelas pada satu sisi
saja.
- Mencatat hasil pemeriksaan
c. Tes Swebeck
- Untuk mengetahui membandingkan
pendengaran pasien dengan pemeriksa
- Dekatkan GT pada telinga klien kemudian
dengan cepat di dekatkan ke telinga pemeriksa.
§ MULUT DAN FARING:
Tujuan:
- Untuk mengetahui bentuk dan kelainan
pada mulut
- Untuk mengetahui kebersihan mulut
Tindakan:
I = Amati bibir apa ada klainan kogenital
(bibir sumbing), warna, kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi.
Amati
jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi
Inspeksi
mulut dalam dan faring:
- Menyuruh pasien membuka mulut amati mucosa:
tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi
- Amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi
- Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang
sudah dibungkus kassa steril, kemudian minta klien menjulurkan lidah dan
berkata “AH” amati ovula/epiglottis
simetris tidak terhadap faring, amati tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).
P
= Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri.
Lakukkan palpasi dasar mulut dengan
menggunakkan jari telunjuk dengan memekai handscond, kemudian suruh pasien
mengatakan kata “EL” sambil menjulurkan
lidah, pegang ujung lidah dengan kassa dan tekan lidah dengan jari telunjuk,
posisi ibu jari menahan dagu. Catat apakah ada respon nyeri pada tindakan
tersebut.
c. LEHER
Tujuan:
- Untuk menentukan struktur integritas
leher
- Untuk mengetahui bentuk leher dan
organ yang berkaitan
- Untuk memeriksa sistem limfatik
Tindakkan:
I = Amati mengenai bentuk, warna kulit,
jaringan parut
Amati adanya pembengkakkan kelenjar
tirod/gondok, dan adanya massa
Amati kesimeterisan leher dari
depan, belakang dan samping ka,ki.
Mintalah pasien untuk mengerakkan
leher (fleksi-ektensi ka.ki), dan merotasi- amati apakah bisa dengan mudah dan
apa ada respon nyeri.
P
= Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan dan
rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.)
Palpasi trachea apakah kedudukkan trachea simetris atau tidak.
d. DADA/THORAX
§ PARU/PULMONALIS
Tujuan:
- Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan,
ekspansi paru
- Untuk mengetahui frekuensi, irama
pernafasan
- Untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
adanya massa, peradangan, edema, taktil fremitus.
- Untuk mengetahui batas paru dengan
organ disekitarnya
- Mendengarkan bunyi paru / adanya
sumbatan aliran udara
Tindakkan:
I
= Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati
adanya retraksi interkosta, amati gerkkan paru.
Amati klavikula dan scapula simetris atau
tidak
P
= Palpasi ekspansi paru:
- Berdiri di depan klien dan taruh kedua
telapak tangan pemeriksa di dada dibawah papilla, anjurkan pasien menarik nafas
dalam, rasakkan apakah sama paru ki.ka.
- Berdiri deblakang pasien, taruh telapak
tangan pada garis bawah scapula/setinggi costa ke-10, ibu jari ka.ki di
dekatkan jangan samapai menempel, dan
jari-jari di regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien kembali
menarik nafas dalam dan amati gerkkan ibu jari ka.ki sama atau tidak.
Palpasi Taktil vremitus posterior dan
anterior:
- Meletakkan telapak tangan kanan di
belakang dada tepat pada apex paru/stinggi supra scapula (posisi posterior) .
- Menginstrusikkan pasien untuk
mengucapkkan kata “Sembilan-sembilan” (nada rendah)
- Minta klien untuk mengulangi mengucapkkan
kata tersebut, sambil pemeriksa mengerakkan ke posisi ka.ki kemudian kebawah
sampai pada basal paru atau setinggi vertebra thoraxkal ke-12.
- Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru
- Bila fremitus redup minta pasien bicara
lebih rendah
- Ulangi/lakukkan pada dada anterior
Pe/Perkusi
=
- Atur pasien dengan posisi supinasi
- Untuk perkusi anterior dimulai batas
clavikula lalu kebawah sampai intercosta 5 tentukkan batas paru ka.ki (bunyi
paru normal : sonor seluruh lapang paru, batas paru hepar dan jantung: redup)
- Jika ada edema paru dan efusi plura
suara meredup.
Aus/auskultasi
=
- Gunakkan diafragma stetoskop untuk
dewasa dan bell pada anak
- Letakkan stetoskop pada
interkostalis, menginstruksikkan pasien untuk nafas pelan kemudian dalam dan
dengarkkan bunyi nafas: vesikuler/wheezing/creckels
§ JANTUNG/CORDIS
I
= Amati denyut apek jantung pada area
midsternu lebih kurang 2 cm disamping bawah xifoideus.
P
= Merasakan adanya pulsasi
- Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan
untuk menentukkan area aorta dan spasium interkosta ke-2 kiri letak pulmonal
kiri.
- Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri
untuk mengetahui area trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi
- Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara
lateral 5-7 cm ke garis midklavicula kiri dimana akan ditemukkan daerah apical
jantung atau PMI ( point of maximal impuls) temukkan pulsasi kuat pada area
ini.
- Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada
area epigastika atau dibawah sternum.
Pe
=
- Perkusi dari arah lateral ke medial untuk
menentukkan batas jantung bagian kiri,
- Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri
untuk mengetahui batas jantung kanan.
- Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui
batas atas dan bawah jantung
- Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada
pada daerah perkusi.
Aus
=
- Menganjurkkan pasien bernafas normal
dan menahanya saat ekspirasi selesai
- Dengarkkan suara jantung dengan
meletakkan stetoskop pada interkostalis ke-5 sambil menekan arteri carotis
Bunyi
S1: dengarkan suara “LUB” yaitu bunyi dari menutupnya katub mitral
(bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
Bunyi
S2: dengarkan suara “DUB” yaitu bunyi meutupnya katub semilunaris (aorta dan
pulmonalis) pada saat diastolic.
Adapun
bunyi : S3: gagal jantung “LUB-DUB-CEE…”
S4: pada pasien hipertensi “DEE..-LUB-DUB”.
e. PERUT/ABDOMEN
Tujuan:
- Untuk mengetahui bentuk dan
gerak-gerakkan perut
- Untuk mendengarkan bunyi pristaltik
usus
- Untuk mengetahui respon nyeri tekan
pada organ dalam abdomen
Tindakkan:
I
= Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan,
adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
P
= Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan letakkan
telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai
kuadran.
Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi
organ dalam seperi hepar, ginjal, limpa dengan metode bimanual/2 tangan.
HEPAR:
- Letakkan tangan pemeriksa dengan
posisi ujung jari keatas pada bagian hipokondria kanan, kira;kira pada
interkosta ke 11-12
- Tekan saat pasien inhalasi kira-kira
sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ hepar. Kaji hepatomegali.
LIMPA:
- Metode yang digunakkan seperti pada
pemeriksaan hapar
- Anjurkan pasien miring kanan dan
letakkan tangan pada bawah interkosta kiri dan minta pasien mengambil nafas
dalam kemudian tekan saat inhalasi tenntukkan adanya limpa.
- Pada orang dewasa normal tidak teraba
RENALIS:
- Untuk palpasi ginjal kanan letakkan
tangan pada atas dan bawah perut setinggi Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan.
- Untuk palpasi ginjal kiri letakkan
tangan setinggi Lumbal 1-2 di bawah kosta kiri.
- Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien
inhalasi jika teraba adanya ginjal rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon
nyeri.
f. GENETALIA
TUJUAN
- Untuk mengetahui adanya lesi
- Untuk mengetahui adanya infeksi
(gonorea, shipilis, dll)
- Untuk mengetahui kebersihan genetalia
Tindakkan:
§ Genetalia laki-laki:
I
= Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain.
Pada
penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala penis adanya
lesi
Amati
skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran
P = Tekan dengan
lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri
Tekan
saluran sperma dengan jari dan ibu jari
§ Genetalia wanita:
I
= Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak
Amati
adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis
P
= Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk mengetahui
keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.
g. REKTUM DAN ANAL
Tujuan:
- Untuk mengetahui kondisi rectum dan
anus
- Untuk mengetahui adanya massa pada
rectal
- Untuk mengetahui adanya pelebaran vena
pada rectal/hemoroid
Tindakkan:
- Posisi pria sims/ berdiri setengah
membungkuk, wanita dengan posisi litotomi/terlentang kaki di angkat dan di
topang.
- Inspeksi jaringan perineal dan
jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan ulkus
- Palpasi : ulaskan zat pelumas dan
masukkan jari-jari ke rectal dan rasakan adanya nodul dan atau pelebaran vena
pada rectum.
h. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
Tujuan:
- Untuk memperoleh data dasar tentang otot,
tulang dan persendian
- Untuk mengetahui mobilitas, kekuatan
otot, dan gangguan-gangguan pada daerah tertentu.
Tindakkan:
MUSKULI/OTOT:
- Inspeksi mengenai ukuran dan adanya
atrofi dan hipertrofi (ukur dan catat jika ada perbedaan dengan meteran)
- Palpasi pada otot istirahat dan pada
saat otot kontraksi untuk mengetahui adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba
- Lakukan uji kekuatan otot dengan
menyuruh pasien menarik atau mendorong tangan pemeriksa dan bandingkan tangan
ka.ki
- Amati kekuatan suatu otot dengan
memberi penahanan pada anggota gerak atas dan bawah, suruh pasien menahan
tangan atau kaki sementara pemeriksa menariknya dari yang lemah sampai yang
terkuat amati apakah pasien bisa menahan.
TULANG/OSTIUM:
- Amati kenormalan dan abnormalan susunan
tulang
- Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri
tekan dan pembengkakka
PERSENDIAAN/ARTICULASI:
- Inspeksi semua persendian untuk
mengetahui adanya kelainan sendi.
- Palpasi persendian apakah ada nyeri
tekan
- Kaji range of mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi,
fleksi-ekstensi, dll)
i. PEMERIKSAAN SISTEM NEUROLOGI
Tujuan:
- Untuk mengetahui integritas sistem
persyrafan yang meliputi fungsi nervus cranial, sensori, motor dan reflek.
Tindakkan:
§ Pengkajian 12 syaraf cranial
(O.O.O.T.T.A.F.A.G.V.A.H)
I.
Olfaktorius/penciuman:
o Meminta pasien membau aroma kopi dan vanilla
atau aroma lain yang tidak menyengat. Apakah pasien dapat mengenali aroma.
II.
Opticus/pengelihatan:
o Meminta kilen untuk membaca bahan bacaan dan
mengenali benda-benda disekitar, jelas atau tidak.
III.
Okulomotorius/kontriksi dan dilatasi pupil:
Kaji
arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya dan akomodasinya.
IV. Trokhlear/gerakkan bola mata ke
atas dan bawah:
Kaji
arah tatapan, minta pasien melihat k etas dan bawah
V. Trigeminal/sensori
kulit wajah, pengerak otot rahang:
Sentuh
ringan kornea dengan usapan kapas untuk menguji reflek kornea (reflek nagatif
(diam)/positif (ada gerkkan))
Ukur
sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah kaji nyeri menyilang pada kuit wajah
Kaji
kemampuan klien untuk mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot rahang
VI. Abdusen/gerakkan
bola mata menyamping:
Kaji
arah tatapan, minta pasien melihat kesamping ki.ka
VII. Facial/ekspresi wajah dan
pengecapan:
Meminta
klien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi, menaikan dan
menurunkan alis mata, perhatikkan kesimetrisanya.
VIII. Auditorius/pendengaran:
kaji
klien terhadap kata-kata yang di bicarakkan, suruh klien mengulangi
kata/kalimat.
IX.
Glosofaringeal/pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah:
Meminta
pasien mengidentifikasi rasa asam, asin, pada bagian pangkal lidah.
Gunakkan
penekan lidah untuk menimbulkan “reflek
gag”
Meminta
klien untuk mengerakkan lidahnya
X. Vagus/sensasi faring, gerakan pita
suara:
Suruh
pasien mengucapkan “ah” kaji gerakkan
palatum dan faringeal
Periksa
kerasnya suara pasien
XI. Asesorius/gerakan
kepala dan bahu:
Meminta
pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala kearah yang ditahan oleh
pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan
XII. Hipoglosal/posisi
lidah:
Meminta
klien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan menggerakkan ke berbagai
sisi.
§ Pengkajian syaraf sensori:
Tindakkan:
- Minta klien menutup mata
- Berikkan rasangan pada klien:
Nyeri
superficial: gunakkan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien pada
titik-titik yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk mengungkapkan tingkat
nyeri dan di bagian mana
Suhu:
sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien mengatakkan sensasi
yang direasakan.
Vibrasi:
tempelkan garapu tala yang sudah di getarakan dan tempelkan pada
falangeal/ujung jari, meminta pasien untuk mengatakkan adanya getaran.
Posisi:
tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik-turun kemudian
berhenti suruh pasien mengtakkan diatas/bawah.
Stereognosis:
berikkan pasien benda familiar ( koin atau sendok) dan berikkan waktu beberapa
detik, dan suruh pasien untuk mengatakkan benda apa itu.
§ Pengkajian reflex:
1. Refleks Bisep
- Fleksikan lengan klien pada bagian
siku sampai 45 derajat, dengan posisi tangan pronasi (menghadap ke bawah)
- Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa
antekkubital di dasar tendon bisep dan jari-jari lain diatas tendon bisep
- Pukul ibu jari anda dengan reflek
harmmer, kaji refleks
2. Refleks Trisep
- Letakkan lengan tangan bawah pasien
diatas tangan pemeriksa
- Tempatkan lengan bawah diantara fleksi
dan ekstensi
- Meminta pasien untuk merilekkan lengan
- Raba terisep untuk mmeastikan otot
tidak teggang
- Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji
reflek
3. Refleks Patella
- Minta pasien duduk dan tungkai
menggantung di tempat tidur/kursi
- Rilexkan pasien dan alihkan perhatian
untuk menarik kedua tangan di depan dada
- Pukul tendo patella, kaji refleks
4. Refleks Brakhioradialis
- Letakkan lengan tangan bawah pasien
diatas tangan pemeriksa
- Tempatkan lengan bawah diantara fleksi
dan ekstensi serta sedikit pronasi
- Pukul tendo brakhialis pada radius
bagian distal dengan bagian datar harmmer, catat reflex.
5. Reflex Achilles
- Minta pasien duduk dan tungkai
menggantung di tempat tidur/kursi seperti pada pemeriksaan patella
- Dorsofleksikan telapak kaki dengan
tangan pemeriksa
- Pukul tendo Achilles, kaji reflek
6. Reflex Plantar (babinsky)
- Gunakkan benda dengan ketajaman yang
sedang (pensil/ballpoint) atau ujung stick harmmer
- Goreskan pada telapak kaki pasien
bagian lateral, dimulai dari ujung telapak kaki sampai dengan sudut telapak
jari kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek positif telapak kaki akan
tertarik ke dalam.
7. Refleks Kutaneus
a) Gluteal
- Meminta pasien melakukan posisi
berbaring miring dan buka celana seperlunya
- Ransang ringan bagian perineal dengan
benda berujung kapas
- Reflek positif spingter ani
berkontraksi
b) Abdominal
- Minta klien berdiri/berbaring
- Tekan kulit abdomen dengan benda
berujung kapas dari lateal ke medial, kaji gerakkan reflek otot abdominal
- Ulangi pada ke-4 kuadran (atas ki.ka
dan bawah ki.ka
c) Kremasterik/pada pria
- Tekan bagian paha atas dalam
menggunakkan benda berujung kapas
- Normalnya skrotum akan naik/meningkat
pada daerah yang dirangsang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar